Kamis, 25 Oktober 2012

Distribusi BBM Diperketat




Distribusi BBM Diperketat


JAKARTA, KOMPAS.com — PT Pertamina (Persero) mendistribusikan bahan bakar minyak bersubsidi dengan pengawasan internal secara berlapis, hingga di titik serah yang diyakini dapat mencegah terjadinya upaya penyalahgunaan BBM bersubsidi.
Hal ini disampaikan Manager Perencanaan dan Operasi Divisi Suplai dan Distribusi PT Pertamina Abdul Cholid dalam temu media, Jumat (12/10/2012), di Kantor Pusat PT Pertamina, Jakarta.
Menurut Abdul Cholid, BBM yang diperoleh dari hasil pengolahan kilang dan impor masuk ke terminal transit utama (TTU) menggunakan moda transportasi laut.
Dari TTU, BBM dialirkan menuju terminal BBM, baik dengan moda transportasi laut maupun sungai,  kemudian disalurkan ke SPBU menggunakan mobil tangki BBM yang dimiliki dan dikelola oleh penyedia mobil tangki BBM.
Pengawasan secara ketat dilakukan Pertamina selama proses pengisian BBM ke mobil tangki di terminal BBM. Saat itu BBM, baik Premium maupun Solar berpindah kepemilikan dari Pertamina kepada pelanggan.
Di terminal BBM yang dilengkapi automation system, seperti di Terminal BBM Plumpang, Cikampek, Boyolali, Tuban, Surabaya, dan Bau-Bau, pengawasan telah dilakukan secara otomatis berbasis IT. Pengawasan dilakukan sejak di pintu masuk hingga keluar terminal.
Sumber            :  www.kompas.com  ( Tanggal 12 Oktober 2012 )
                                                                     http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/10/12/17131920/Distribusi.BBM.Diperketat
Penulis             :  Evy Rachmawati

Analisis            :

Saya setuju dengan pemberitaan di atas bahwa pendistribusian BBM harus di perketat. Seharusnya BBM tersebut memang sasarannya seperti yang telah dicanangkan pemerintah pusat, yaitu jelaskan perbedaan yang mana untuk industry, yang mana untuk pribadi, dan yang mana untuk umum agar tidak terjadi penyalahgunaan BBM bersubsidi. Menurut saya, kebijakan yang akan dilahirkan oleh pemerintah, yang menyangkut upaya untuk membatasi BBM bersubsidi, tidak akan pernah berhasil, karena rumusan peraturan yang akan dikeluarkan tidak menyangkut akar permasalahannya atau tidak langsung pada sumber terjadinya masalah tersebut. Sehingga selalu riuh pada saat akan dikeluarkan tapi setelah berjalan tidak efektip. Selain itu, ada image di masyarakat, bahwa peraturan apapun bentuknya, selalu dapat di-negosiasikan atau dalam bahasa budayanya : "dapat di musyawarahkan /    lobby untuk mencapai mufakat / deal".

0 komentar:

Posting Komentar